Adegan 1
(Panggung menggambarkan kelas XII IPA 1)
Di SMA Budi
Luhur. Di dalam kelas XII IPA 1. Anak-anak sedang ramai dengan kesibukan
masing-masing. Tiba-tiba kepala sekolah datang bersama seorang perempuan
Pak Han : Nah, ini kelas barumu, Nak. Ayo perkenalkan
dirimu.
jingga : Baik.
Nama saya Esterlyn Jingga. Pindahan dari Amerika. Terimakasih.
Jordan : Gitu
doang? Alamat? Nomer telpon? Gebetan gaada? (diikuti pertanyaan yang anak-anak
yang lain)
Pak Han :
Sudah, tidak usah kamu dengarkan mereka. Kamu cari tempat duduk saja.
Jingga : (berjalan
mencari kursi kosong)
Farraz : Ini
jadwal pelajaran kelas kita. Buat formalitas aja. Karena gue yakin gak bakalan
banyak berfungsi sebagaimana mestinya.
Jingga : Eh?
Makasi ya.
Farraz : Oh iya,
kenalin gue Farraz. Gue ketua kelas di kelas ini.
Jingga : (menjabat
tangan Farraz)
Farraz : (pergi)
Jingga : Maksudnya
apa ya? (bertanya pada diri sendiri)
Nino : (berdiri
di sebelah Jingga) Hati-hati aja lo sekolah di sini.
Jingga : Eh?
Maksud kamu apa? (menoleh pada Nino)
Nino : Sekolah
ini gak bakal bikin lo sukses. Lo camkan itu! (berjalan keluar kelas)
Jingga : Mau
kemana? Kan belum bel pulang.
Nino : (menoleh,
mengedikkan bahu, pergi)
Siska : Heh!
Ngapain lo jauh-jauh dari Amerika pindah kesini?
Jingga : Bukan
urusan lo!
Siska : Okey. Gak
masalah buat gue. Tapi, jangan coba-coba lo deketin Nino! Dia punya Gue.
Paham?! (pergi keluar kelas)
Jingga : (memutar
bola mata)
Bel pulang berbunyi. Anak-anak berhamburan keluar kelas.
Nadia menghampiri Jingga.
Nadia : Hai, lo
Jingga anak baru di kelas ini kan? Gue Nadia.
Jingga : Hai juga.
Iya, tapi kok tadi gue nggak liat lo?
Nadia : Gue tadi
keluar nemuin Om gue sebentar.
Jingga : Ooh.
Nadia : Gimana
tadi di kelas? Gue denger Siska gangguin lo ya?
Jingga : Oh, jadi
dia namanya Siska.
Nadia : Iya. Biarin
aja, dia emang kayak gitu anaknya.
Jingga : Kayak
gitu gimana?
Nadia : Siska
emang suka ngiri sama cewek yang lebih cantik. Yaudah deh, gue duluan ya? Bye.
(berlari keluar kelas)
Jingga : Bye.
Jordan : Lo nggak
usah khawatir. Siska itu cuma pecun kelas teri doang.
Jingga : Apa yang
kelas teri?
Jordan : Pecun.
Kalo Nadia itu, yang barusan ngobrol sama lo, dia pecun nomer satu di sekolah
ini.
Jingga : (bingung)
Jordan : Pecun itu
perek, Jingga. Pe-la-cur. Kalo di Amrik sih, bitch! (tertawa)
Jingga : Hah?? (melongo)
Adegan 2
(panggung menggambarkan suasana kelas)
Keesokan harinya,
di kelas. Jingga hanya mendapati Farraz yang duduk di pojok ruangan dan
beberapa anak yang sibuk dengan urusan masing-masing.
Jingga : Eh? Kok sepi sih? Pada kemana yang lainnya?
Emangnya hari ini kita libur? Sekarang bukan
tanggal merah kan, Raz?
Farraz : Paling
nongkrong. Nggak, lo cek aja kalender.
Jingga :
Nongkrong? Trus gurunya kemana?
Farraz : Nggak
dateng mungkin. (tenang)
Jingga : (kaget)
Farraz : Lo
bakalan lebih kaget lagi kalo tau sekolah ini lebih detail.
Jingga : Maksud
lo?
Farraz :
(mengedikkan bahu)
Jingga : Lo nggak
lagi nyoba bohongin gue, kan?
Farraz : Buat apa
gue bohong.
Di kelas, anak-anak bersiap-siap keluar kelas sambil
menenteng tas mereka.
Jingga : Loh? Pada
mau kemana? Bukanya ini masih jam pelajaran?
Nino : Lo liat
ada pelajaran? (tertawa, pergi)
Farraz : Guru
bahasa Indonesia emang jarang masuk.
Jingga : Terus
guru pengganti?
Farraz :Nggak ada.
Guru-guru di sini cuma guru-guru honorer, Jingga. Mereka lebih milih ngajar di
tempat lain dengan gaji yang lebih gede dibandingin dengan ngajar di sekolah
ini.
Jingga : Unbeliveble.
Adegan 3
(panggung menggambarkan suasana hotel berbintang)
Malam hari di
depan salah satu hotel berbintang di Jakarta. Ketika Jingga menunggu papanya
yang sedang bertemu dengan klien. Dia melihat Nadia berjalan kearahnya,
tersenyum.
Jingga : Nadia?
Nadia : Hai,
Jingga.
Jingga : Kamu
nginep di sini?
Nadia : Iya. Lo
sendiri?
Jingga : Nggak.
Papa lagi ada klien disini, aku nemenin aja. Tapi bentar lagi selesai kok.
Nadia : Berarti
lo udah mau pulang?
Jingga : Iya, tapi
masih nunggu Papa.
Nadia : Oh.
Nyokap lo mana?
Jingga : Mama
nggak ikut. Kamu sama siapa, Nad?
Nadia : Sama Om
gue. Nah, tuh dia. Gue duluan ya, Jingga. Dah..
Jingga : Dah..
(setelah Nadia pergi) Kok beda sama yang kemarin, ya?
Adegan 4
(panngung
menggambarkan suasana kelas)
Keesokan harinya
di dalam kelas. Saat Jingga berjalan ke tempat duduknya, Nino sudah duduk di
bangkunya. Kelihatannya, Ia memang sedang menunggu Jingga.
Nino : (menggeser
buku ke depan Jingga) Nih, buat lo.
Jingga : Apaan ini?
Nino : Lo buka aja.
Jordi : yaelah,
Bos, masa’ cewek dikasih buku tulis, emang
menang lomba tujuh belasan! (tertawa)
Jingga : (kagum) Ini
gambaran kamu?
Nino : Iya. Bagus
kan?
Jingga : Iya, bagus
banget.
Nino : Lo boleh
simpen tuh buku. (berjalan keluar kelas)
Jingga : Thanks.
Siska : Heh! Lo
lupa sama peringatan gue kemarin?
Jingga : Ng, nggak,
Sis. Gue inget. (berdiri dari tempat duduknya)
Siska : Eiits..
Kamseupay mau kemana?
Jingga : Pu...
pulang.
Siska : Pulang?
Jangan buru-buru gitu dong. (melihat Jingga dari atas ke bawah) Muka standart,
bodi krempeng, tinggi juga nggak. Lo biasa banget deh. Lo nggak bertanya-tanya
kenapa Nino ngincer lo?
Jingga : Kenapa?
(bertanya polos)
Nadia : Karena cuma
lo satu-satunya cewek di sekolah ini yang belum dia pake!
Jingga : Dipake?
Maksudnya?
Siska : (mendorong
Jingga ke tembok) Jangan sok polos deh lo! Lo dari Amerika, harusnya lo lebih
tau sama hal yang begituan.
Jingga : Tapi gue...
Siska : Diem!
Sekarang gue mau bikin model rambut baru buat lo..
Nadia : Ada apaan
nih?
Siska : (segera
menyembunyikan guntingnya)
Nadia : Ngapain lo?
Siska : Bukan
urusan lo! Pergi lo, dasar pecun!
Nadia : Kayak lo
sendiri bukan. Udah nggak laku lo, Sis, sampe punya waktu buat gangguin Jingga?
Siska : Minggir
lo. (pergi dengan wajah kesal)
Jingga : (lari ke jendela kelas. Muntah-muntah)
Nadia : Lo nggak
papa?
Jingga : Nggak, gue
nggak papa. Thanks ya, Nad.
Nadia : Oke.
Tiba-tiba anak dari SMA lain menerobos masuk.
Andre : Mana Nino?
Nino : (berdiri
dari tempat duduknya) Berani lo kesini?
Andre : Gue cuma mau
nganterin anak buah lo. (mendorong Rando ke depan Nino)
Rando : Ampun, Kak.
Ampun. (menunduk)
Nino : Kenapa dia
bisa ada sama lo?
Andre : Lo tanya aja
dia. Kalo dia masih nggak ngaku, lo periksa aja kantong celananya. (berjalan
santai keluar)
Rando : Ma.. Maaf,
Kak. (gemetar ketakutan)
Nino : Keluarin isi kantong celanan lo!
Rando :
(mengeluarkan sesuatu kemudian memberikannya pada Nino)
Nino : (melempar plastik putih) Penghianat!
Rando : Ampun, Kak.
Saya janji nggak akan ngulangin lagi.
Nino : Sekali
penghianat, selamanya lo jadi penghianat! (melayangkan tongkat baseballnya)
Jingga : Stop! Nino,
lo nggak kasian liat dia udah sampe mohon-mohon gitu sama lo?
Nino : Kasian?
Sama penghianat kayak dia? (meludah)
Jingga : Kalo lo mau
pukul dia, lo pukul aku dulu.
Nino : Kali ini lo
aman karena ada nih cewek. (pergi diikuti anak-anak yang lain)
Rando : Ck! Gara-gara
lo sekarang gue keliatan banci. Siapa sih lo, anak baru? (berjalan pergi)
Jingga : Yee,
bukannya terimakasih. (berjalan pulang)
Adegan 5
(panggung
menggambarkan suasana rumah Nino yang berantakan)
Di rumah Nino.
Nino membuka pintu rumahnya dengan hati-hati. Namun, disambut oleh keadaan
rumahnya yang berantakan. Kemudian dia mendengar suara dari dapur.
Pak Rei : Sudah pulang kau anak durhaka?!
Kemana saja kau selama ini? Tidak pernah sekalipun kau menjenguk ayahmu ini di
penjara. Kau benar-benar bukan anak yang berbakti! Untung saja aku sekarang
sudah bebas.
Nino : (terkejut)
Bagaimana mungkin? Seharusnya masih 2 tahun lagi.
Pak Rei : Hei! Selama ini aku selalu
berkelakuan baik di sana. Makanya aku bisa keluar 2 tahun lebih cepat.
Nino : (mencari
amplop)
Pak Rei :
Omong-omong, kau kerja apa sampai punya uang sebanyak itu?
Nino : Kau memakai
uangku untuk membeli semua ini?
Pak Rei : Kau keberatan? Heh?!
Nino : (pergi
dengan perasaan tak menentu kemudian berteriak) Kenapa sih dia balik disaat
yang gak tepaat?!
Adegan
6
(panggung
menggambarkan suasana kelas yang gelap)
Dikelas malam
hari. Saat Jingga masuk untuk mencari barangnya yang tertinggal, dia mendapati
seseorang tidur di pojok ruangan.
Jingga : (berjalan mendekati Nino) Nino?
Nino : (terbangun) Ngapain lo di sini?
Jingga : Handphone gue ketinggalan. Lo sendiri,
ngapain tidur di sekolah?
Nino : Lo serius mau tau?
Jingga : Kalo lo nggak keberatan. (duduk di sebslah
Nino)
Nino : (mencondongkan tubuh kearah Jingga)
Jingga : Jangan! Gue
belum pernah pacaran.
Nino : Oya? Dan
gue masih perjaka. (tertawa geli)
Jingga : (cemberut)
Nino : Lo serius?
(menghentikan tawanya)
Jingga : Jadi lo udah nggak... perjaka?
Nino : Yah, siapa
sih yang masih di sekolah ini? Oh, mungkin ada, ketua OSIS kesayangan lo itu.
Kalian cocok. Pasangan virgin.
Jingga : Apa salahnya
Virgin? Gue bangga. Sebenernya, lo
kenapa sih?
Nino : Bokap gue
napi.
Jingga : Kena apa?
Nino : Narkoba.
(heran)
Jingga : Terus nyokap
lo? (simpati)
Nino : Kabur. Lo
nggak pengen ngasih komentar apapun? Tentang anak seorang napi, misalnya.
Jingga : Kenapa gue
harus ngomong gitu?
Nino : Karena gue
anak napi!!
Jingga : Kenapa harus
gitu? Lo anak napi bukan berarti lo juga napi, kan?
Nino : (diam.
merenung)
Jingga : No, jadi ini
yang bikin lo jadi kayak sekarang? Jadi pemarah dan tetutup?
Nino :
(mengedikkan bahu) Salah satunya. Lo nggak pulang?
Jingga : Lo sendiri?
Nino : Nggak. lo
pulang gih!
Jingga : Yaudah, gue
pulang, ya? (berdiri kemudian berjalan kekuar)
Nino : Hati-hati!
(sedikit berteriak)
Adegan 7
(panggung
menggambarkan suasana kelas)
Pagi harinya,
Nino masih tertidur di pojok kelas dengan mengenakan seragam kemarin. Saat
tiba-tiba, Farraz datang dan menghampiri.
Farraz : Ngapain, No,
di sini?
Nino : Bukan
urusan lo!
Farraz : Lo masih
nggak bisa maafin gue?
Nino : Silahkan lo
bermimpi!
Farraz : Gue heran.
Gimana caranya gue bisa nebus kesalahan gue, No?
Nino : Setelah gue
ancurin hidup lo! (pergi)
Adegan 8
(panggung
menggambarkan Ruang OSIS)
Setelah beradu
bicara dengan Nino, Farraz pergi ke ruang OSIS. Di sana ternyata sudah ada
Jingga dan Nadia.
Nadia : Nah, ini dia
ketua OSIS kita. Dateng juga lo akhirnya. Tumben telat?
Farraz : Jalanan
macet. (menjawab malas)
Jingga : Lagi ada
masalah ya, Raz?
Farraz : Yah,
begitulah.
Jingga : Kalo lo mau
cerita, kita siap kok dengerin.
Nadia : (membuka
pintu) Siapa lo?
Yudhis :
Maaf, Kak. Saya disuruh Bos, Kak.
Nadia : Disuruh apa?
Yudhis : Disuruh...
mata-matain, Kak. (ketakutan)
Nadia : Mata-matain
Jingga sama Farraz maksud lo? Tenang aja, lapor sama bos lo, kalo udah ada gue
yang mata-matain!
Yudhis : Ba.. baik,
Kak. (pergi)
Adegan 9
(panggung
menggambarkan suasana lapangan sekolah)
Di depan sekolah,
Nino menyuruh anak-anak kelas 10 dan 11 lari keliling lapangan untuk menutupi
kegelisahannya. Nino kemudian menunggu hasil pantauan Yudhis di bawah pohon
dengan gelisah. Jordan yang saat itu menemani hanya bisa geleng-geleng kepala
melihat kelakuan bosnya yang baru kali ini terjadi. Saat melihat Yudhis datang,
raut wajah Nino berubah kaget. Ternyata, di belakangnya sudah ada Farraz, Nadia
dan Jingga yang mengikuti.
Farraz : Nino! Apa-apaan ini?
Nino : Nggak usah ikut campur deh.
Jingga : Kalian lagi apa?
Jordan : Lagi pelajaran olah raga.
Jingga : Kalian nggak liat banyak yang udah pingsan
gitu? Berapa putaran kalian suruh?
Jordan : Cuma seratus kok. Sepuluh lagi kalo berhenti.
Jingga : Kalian gila ya? Lo gila ya, No?
Nino : Catat nama
anak-anak yang bertahan dan cek mereka yang pingsan. Terus, kumpulin mereka di
lapangan.
Jordan : Siap, Bos.
Di lapangan,
anak-anak yang masih bertahan sudah berkumpul untuk mendengarkan perintah
selanjutnya dari Nino.
Nino : Buat
elo-elo yang udah berhasil menuntaskan seratus putaran, gue ucapkan selamat. Lo
punya stamina yang oke. Tapi, ini baru ujian tahap pertama, tahap kedua lo
tungguin aja. Ngerti?
Farraz : (datang dari
arah berlawanan) Ujian apa, No?
Nino : Gue pikir,
lo paham dengan ‘jangan pernah campuri urusan gue lagi’.
Farraz : Well, gue rasa lo salah.
Nino : Ini
gara-gara cewek itu? Gara-gara dia, lo jadi tertarik lagi sama urusan gue?
Farraz : Gue nggak
pernah bener-bener berhenti nyampurin urusan lo. Selama ini gue cuma
merpersiapkan diri.
Nino : Oh ya?
Mempersiapkan diri untuk apa?
Farraz : Untuk
menghentikan lo. Dari hal-hal seperti ini. (melirik ke anak-anak kelas sepuluh
dan sebelas)
Nino :
(mengayunkan tongkat baseballnya)
Farraz : Pukul aja,
No. Kalo itu bisa bikin lo lega
Nino : Kalo ada
yang bisa bikin lo lega, itu adalah ngeliat lo menderita. Dan karena kalo
kepala lo pecah lo bakal mati, gue nggak tertarik. Ayo, cabut! (berjalan keluar
sekolah diikuti yang lain)
Saat Farraz masih
sibuk memikirkan perkataan Nino tadi. Ia melihat Nadia berjalan mendekati
seorang om-om. Tanpa menunggu aba-aba, Farraz berlari dan menarik lengan Nadia.
Farraz : Maaf, Om.
Hari ini Nadia sama saya.
Om-om :
(menatap Nadia bingung)
Nadia : Apaan sih
lo, Raz?
Farraz : (tidak
memperdulikan Nadia) Maaf sekali lagi, Om. Kami duluan. (pergi menggandeng
Nadia)
Nadia : Lo.. (marah)
Farraz : Dibayar
berapa lo biasanya?
Nadia : Satu juta
untuk 3 jam. Dua juta untuk one night
stand.
Farraz : (memberikan
amplop)
Nadia : Apa nih?
(membuka amplop tersebut)
Farraz : Di situ ada
tiga juta. Berarti gue punya satu malem plus tiga jam?
Nadia : Lo bercanda
kan, Raz?
Farraz : Itu duit
palsu? Apa lo selalu bilang kayak gini ke semua klien lo?
Nadia : Lo nggak
sama.
Farraz : Nggak sama
dimananya? Gue juga laki-laki. Gue punya duit. Itu aja udah cukup memenuhi
syarat, kan?
Nadia : Gue tetep
nggak bisa nerima amplop ini.
Farraz : Cih!
Ternyata lo nggak profesional seperti yang lo bilang.
Nadia : (kaget dan
kecewa) Gue terima karena lo udah ngacauin pekerjaan gue tadi.
Farraz : Bagus.
Sekarang, lo kencan sama gue.
Adegan 10
(panggung
menggambarkan suasana Dufan)
Ternyata, yang
dimaksud kencan oleh Farraz adalah jalan-jalan ke Dufan. Saat Nadia masih
bingung dengan keadaan, Farraz muncul membawa es krim dan memberikan satu
kepada Nadia.
Nadia : Nih, gue kembaliin. Gue udah nggak marah
lagi kok. (mengembalikan amplop)
Farraz : Nggak ada detail harus ngapain selama
kencan, kan? Kayak gini namanya kencan juga, kan?
Nadia : (menggeleng) Ini yang pertama dan terakhir.
Nggak akan ada lain kali. Lo janji?
Farraz : (mengulurkan tangan) Ayo. Banyak perminan
yang pengen gue naikin.
Nadia : Sebenernya maksud lo apa sih?
Farraz : Kenapa sih
lo harus kerja kayak gini? Apa lo nggak pengen belajar? Biar lo bisa dapet
pekerjaan yang lebih baik daripada pekerjaan lo yang sekarang.
Nadia : Kalo gue
nggak jadi pecun, gimana gue bisa beli kebutuhan gue selama ini?
Farraz : Kira-kira
berapa pengeluaran lo dalam sebulan?
Nadia : Tujuh juta.
Kenapa? Lo mau nanggung? (tantang Nadia)
Farraz : Rencananya
begitu. (menjawab polos)
Nadia : Raz, gue
ngerti maksud lo baik. Gue hargain itu. Tapi kan, lo masih SMA.
Farraz : Lo... lebih
milih jadi pelacur daripada jadi pelajar?
Nadia : Lebih baik
gue jadi pelacur daripada nyusahin lo.
Farraz : Gue nggak
merasa disusahin. Udahlah, lo nggak usah banyak mikir.sekarang lo siap-siap aja
buat belajar besok. Oke?
Adegan 11
(panggung
menggambarkan suasana kelas)
Keesokan harinya,
di kelas XII IPA 1, Farraz, Nadia dan Jingga belajar bersama. Sesekali mereka
tertawa bersama saat menemukan soal yang susah. Melihat itu, Nino, Jordan dan
Maya merasa sudah saatnya mereka berubah.
Nino : Gue bukan sampah!
Jordan dan Maya : Kami juga.
Farraz, Jingga
dan Nadia (melongo)
Maya : Kok malah bengong, sih? Kita pengen
belajar juga. (menatap kearah Jingga) Gue boleh ikutan kan Jingga?
Jingga : Oh? Iya, boleh. Sini, Maya.
Nino : Raz, gue mau ngomong.
Farraz : (mendekati Nino) Mau ngomong apa, No?
Nino : Gue.. gue
mau minta maaf. Gue tau lo selama ini udah berusaha buat bikin gue balik kayak
dulu lagi. Gue juga tau lo udah bukan lo yang dulu lagi. Dan lo juga udah
berusaha nyampein itu ke gue. Cuman, gue selalu pura-pura tuli. Maaf.
Farraz : Gue juga
minta maaf, No. Seharusnya, dulu gue nggak ngejauhin lo. Seharusnya gue tetep
ada di samping lo. Tapi yang gue lakuin justru menjauh. Gue minta maaf. Gue tau
lo orang baik. Dari SMP lo selalu juara kelas. Dan karena gue lo jadi kayak
sekarang. Maafin gue ya, No.
Nadia : Udaah,
maafannya mau diulang berapa kali sih? Hm?
Farraz : (tertawa)
Ayo kita belajar lagi. Ini gue punya banyak latihan soal.
Kemudian Siska
datang. Ketika melihat anak-anak kelasnya sibuk belajar, Ia hanya mematung di depan
pintu kelas.
Maya : Siska! Ayo ikutan! Kita lagi belajar
bareng-bareng nih. Ayo!
Siska : Bercanda ya?
Jingga : Nggak. Kita beneran lagi belajar, Sis, buat
UN nanti. Ayo.
Siska : Sampe mati juga gue nggak bakal mau.
Nino : Nggak mau juga nggak apa-apa. Lo bisa
pulang.
Jingga : Lo kok gitu sih, No!
Nino : Gue salah apa?
Jingga : Sis, maafin Nino, ya? Dia nggak ada
maksud...
Siska : Udah gue bilang jangan minta maaf atas
nama dia! Denger ya...
Jingga : Nggak ada
yang gak mungkin, Sis. Kita bisa kalo kita mau berusaha. Ayo kita berusaha
sama-sama.
Siska :
(menekan beberapa tombol di ponselnya) Bang? Lo belum jauh, kan? Jemput gue
lagi di sekolah. Sekalian cariin gue klien. Cepetan!
Jingga : Sis, gue
mohon. Gue mohon sama lo. Sangat. Lo belajar sama kita. Di sekolah, bukan di
tempat lain.
Siska : (berpikir
sejenak kemudian menekan sebuah tombol pada ponselnya) Bang, nggak jadi deh.
Gue mau sekolah aja. Gue harus nyari tau apa yang mau gue lakuin buat masa
depan gue. Dan gue nggak bisa kalo terus bareng sama Abang.
Jingga : Sis?
(terkejut)
Siska : Okey.
Sekarang lo wajib ngajarin gue. Sampe bisa! Gimana? Deal?
Jingga : Deal!
Bel pulang
kemudian berbunyi. Namun, tiba-tiba Rando datang dengan tergesa-gesa membawa
kabar buruk.
Rando : Bos. Yudhis
meninggal. OD. Di rumahnya.
Nino : Apa? APA
KATA LO?
Jordan : Nggak
mungkin Yudhis OD! Dia nggak make!
Nino : Nggak, di
bawah pimpinan gue. Pasti lo yang ngasih. Iya, kan?! (menunjuk Rando)
Rando : Saya nggak
bermaksud, Bos. dia Cuma datang ke saya dan meminta sedikit. Katanya, dia ingin
menghilangkan ingatannya tentang orangtuanya yang akan bercerai.
Nino : GOBLOK!
(berteriak keras)
Jingga : Sabar, No.
Semua udah terjadi. Nggak bisa dibalikin lagi. Kita berdo’a aja buat Yudhis.
Ya?
Nino : (menghela
napas berat kemudian menoleh pada Jingga) Makasi ya, Jingga.
Jingga : Iya.
Adegan 12
(panggung menggambarkan suasana kelas)
Hari ini adalah
hari pertama mereka Ujian Nasional. Papan ‘harap tenang sedang ujian’ sudah
terpasang. Sekarang, anak-anak kelas dua belas sibuk mempersiapkan diri di
dalam ruangan. Mereka sudah duduk tenang di bangku masing-masing.
Pengawas: Ini... beneran SMA Budi Luhur, kan?
Jordan :
Iyalaah....
Pengawas: Padahal saya berharap bisa leyeh-leyeh.
Maya : Silahkan
aja, Bu, kalo mau leyeh-leyeh. (diikuti tawa sekelas)
Pengawas: Sekarang siapkan alat tulis kalian, tasnya
diletakkan di depan.
Maya : Udah
kaleee...
Pengawas: (membagikan soal)
Jordan : FARRAZ!!
Masa’ soal latihan lo ada di soal! (diikuti tawa sekelas)
Pengawas: Sudah, sudah! Jangan berisik!
Saat ujian hari
pertama selesai, semua lega bukan main, terutama Farraz. Semua anak kelas dua
belas langsung keluar kelas dengan perasaan lega.
Nino : Thanks
ya, Raz.
Farraz : (tersenyum)
Nadia : kenapa lo, terharu?
Farraz : Jangan bangunin gue kalo ini emang mimpi.
Jingga : Cieee. Yang udah baikan.
Farraz : Berisik ah.
(tersenyum malu)
Nadia : Ayo pulang.
Farraz : Akhirnya
tujuan gue tercapai juga, Nad. Makasi, ya. Ini berkat lo juga.
Nadia : Udah, ah.
Kok lo jadi mellow gini sih. (tertawa)
-Selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar